JADILAH KITAB WALAU TANPA JUDUL
Jadilah kitab yang bermanfaat walaupun tanpa judul. Namun jangan menjadi judul tanpa kitab. Pepatah dalam bahasa Arab itu menyiratkan makna yang dalam, terutama menyangkut kondisi bangsa saat ini yang sarat konflik perebutan kekuasaan dan pengabaian amanah oleh pemimpin-pemimpin yang tidak menebar manfaat dengan jabatan dan otoritas yang dimilikinya. Bangsa ini telah kehilangan jiwa ksatria (ruuhul jundiyah). Jundiyah adalah karakter keprajuritan yang didalamnya terkandung jiwa ksatria sebagaimana diwariskan pejuang ulama bangsa ini saat perjuangan kemerdekaan.
Semangat perjuangan atau yang lebih populer dalam bahasa arab hamasah jundiyah adalah semangat untuk berperan dan bukan semangat untuk berperan dan bukan semangat untuk mengejar jabatan, posisi, dan gelar-gelar duniawi lainnya. Saat ini jiwa ksatria itu makin menghilang, sebaliknya muncul jiwa-jiwa kerdil dan pengecut yang menginginkan otoritas, kekuasaan dan jabatan, tetaoi tidak mau bertanggung jawab apalagi berkurban. Yang terjadi adalah perebutan jabatan baik di partai politik, ormas maupun pemerintahan. Orang berlomba-lomba mengikuti persaingan untuk mendapatkan jabatan bahkan menghalalkan segala cara. Akibatnya di negeri ini banyak orang memiliki “judul” baik judul akademis, judul keagamaan, judul kemiliteran maupun judul birokratis, yang tanpa makna. Ada judulnya tapi tanpa substansi, tanpa isi dan tanpa ruh.
Padahal ada kisah-kisah heroik berbagai bangsa didunia, misal dalam Shirah shahabah, disebutkan bahwa Said bin Zaid pernah menolak amanah menjadi gubernur di Himsh (Syria). Hal ini membuat Umar bin Khatab RA mencekeram leher gamisnya seraya menghardiknya, “celaka kau Said! Kau berikan beban yang berat diipundakku dan kau menolak membantuku.” Baru kemudian dengan berat hati Said bin Zaid mau menjadi gubernur.
Ada lagi kisah lain, kisah Umar bin Khatab memberhentikan Khalid bin Walid pada saat memimpin perang. Hal ini untuk menghentikan pengultusan pada sesosok panglima perang yang selalu berhasil memenangkan pertempuran ini. Khalid bin Walid menerimanya dengan ikhlas. Dengan singkat dia berujar “Aku berperang karena Allah bukan karena Umar atau jabatanku sebagai panglima.” Ia pun tetap berperang sebagai seoang prajurit biasa. Khalid dicopot “judul”nya sebagai panglima perang, namun ia tetap membuat “kitab” dan membantu menorehkan kemenangan.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah-kisah tersebut adalah janganlah menjadi judul tanpa kitab, memiliki pangkat, tetapi tidak menuai manfaat. Maka ruuhul jundiyah atau jiwa ksatria yang penuh pengorbanan harus dihadirkan kembali ditengah bangsa ini sehingga tidak timbul hubbul manaashib, yaitu cinta kepada kepangkatan, jabatan-jabatan bahkan munafasah ‘alal manashib, berlomba-lomba untuk meraih jabatan.
Karya seorang sahabat....
Semangat perjuangan atau yang lebih populer dalam bahasa arab hamasah jundiyah adalah semangat untuk berperan dan bukan semangat untuk berperan dan bukan semangat untuk mengejar jabatan, posisi, dan gelar-gelar duniawi lainnya. Saat ini jiwa ksatria itu makin menghilang, sebaliknya muncul jiwa-jiwa kerdil dan pengecut yang menginginkan otoritas, kekuasaan dan jabatan, tetaoi tidak mau bertanggung jawab apalagi berkurban. Yang terjadi adalah perebutan jabatan baik di partai politik, ormas maupun pemerintahan. Orang berlomba-lomba mengikuti persaingan untuk mendapatkan jabatan bahkan menghalalkan segala cara. Akibatnya di negeri ini banyak orang memiliki “judul” baik judul akademis, judul keagamaan, judul kemiliteran maupun judul birokratis, yang tanpa makna. Ada judulnya tapi tanpa substansi, tanpa isi dan tanpa ruh.
Padahal ada kisah-kisah heroik berbagai bangsa didunia, misal dalam Shirah shahabah, disebutkan bahwa Said bin Zaid pernah menolak amanah menjadi gubernur di Himsh (Syria). Hal ini membuat Umar bin Khatab RA mencekeram leher gamisnya seraya menghardiknya, “celaka kau Said! Kau berikan beban yang berat diipundakku dan kau menolak membantuku.” Baru kemudian dengan berat hati Said bin Zaid mau menjadi gubernur.
Ada lagi kisah lain, kisah Umar bin Khatab memberhentikan Khalid bin Walid pada saat memimpin perang. Hal ini untuk menghentikan pengultusan pada sesosok panglima perang yang selalu berhasil memenangkan pertempuran ini. Khalid bin Walid menerimanya dengan ikhlas. Dengan singkat dia berujar “Aku berperang karena Allah bukan karena Umar atau jabatanku sebagai panglima.” Ia pun tetap berperang sebagai seoang prajurit biasa. Khalid dicopot “judul”nya sebagai panglima perang, namun ia tetap membuat “kitab” dan membantu menorehkan kemenangan.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah-kisah tersebut adalah janganlah menjadi judul tanpa kitab, memiliki pangkat, tetapi tidak menuai manfaat. Maka ruuhul jundiyah atau jiwa ksatria yang penuh pengorbanan harus dihadirkan kembali ditengah bangsa ini sehingga tidak timbul hubbul manaashib, yaitu cinta kepada kepangkatan, jabatan-jabatan bahkan munafasah ‘alal manashib, berlomba-lomba untuk meraih jabatan.
Karya seorang sahabat....